Gowa – Rapat Dengar Pendapat (RDP) komisi I DPRD Gowa terkait tapal batas Desa Romangloe, Desa Sokkolia dan Desa Mataallo Kecamatan Bontomarannu berlangsung alot, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang diundang masing masing mengeluarkan pendapat sesuai kapasitas, kapabilitas dan kompetensinya. RDP tersebut dilaksanakan di ruang persidangan DPRD Gowa, Rabu siang, (23/08/2023), Jl Mesjid Raya No 26, Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu.
Pertemuan RDP ini terlaksana atas surat permohonan Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB), dalam kesempatan RDP tersebut presiden TIB, Syafriadi Djaenaf langsung menyuarakan tentang keterlibatan mafia tanah yang memindahkan tapal batas desa sehingga belasan warga Desa Sokkolia di tahan oleh penyidik polres Gowa
Lebih jauh Syafriadi mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian dan analisa tim investigasi TIB bahwa didapatkan info adanya warga pemilik lahan di Desa Romangloe dengan luas 8,7 Ha pada Persil 53 DII dan Kohir 1076 CI melaporkan 8 orang warga Desa Sokkolia pemilik lahan sebagai pelaku tindak pidana penyerobotan,” ungkapnya.
“Aneh, luas pada suratnya 8,7 Ha namun ingin menguasai lahan lebih 20 Ha dengan surat yang sama. Itu surat yang dipindah pindahkan dari satu lahan ke lahan lainnya”
Malah mafia tanah ini untuk memuluskan aksinya, mereka memindahkan batas desa sehingga lahan yang awalnya Persil dan Kohir berada di Desa Sokkolia akhirnya menjadi Desa Romangloe, ada satu lagi bukti surat ketetapan IPEDA yang kami temukan datanya sama persis nomor Persil dan Kohirnya namun atas nama pemilik dan luasnya berbeda,” jelas Syafriadi dengan tawa lepas.
Sementara itu wakil ketua komisi I, H Baharuddin Dg Emba mengatakan, dia mantan Kepala Desa Rappoala desa pemekaran dari Desa Rappolemba Kecamatan Biringbulu. Pemekaran desa itu dilaksanakan atas dasar kesepakatan tokoh masyarakat dan pemerintah setempat yang disepakati oleh pihak kecamatan lalu diputuskan oleh Bupati Gowa kemudian di Perda-kan, terkait dengan luas wilayah desa sudah ada batas batasnya dan jumlah penduduknya dan lain lain semuanya ada dalam Perda.
“Jadi tidak usah lagi diributkan masalah tapal batas desa karena sudah ada dalam perda pemekaran desa, kita tidak boleh seenaknya memindahkan batas desa karena itu melanggar regulasi yang ada. Pemasangan tapal batas RT/RW pada tahun 2018 dengan menggunakan Dana Desa itu pernah dilakukan, saya dengar tadi kalau dipindahkan lagi secara sepihak pada tahun 2019, itu tidak boleh karena sudah ada batas batas desa ditetapkan pada perda pemekaran desa,” jelasnya.
Dalam rapat tersebut, mantan Kepala Desa Pa’bentengang Kecamatan Bajeng yang saat ini menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gowa anggota Komisi I, H Abdul Salam Dg Rani sepakat dengan apa yang disampaikan wakil ketua komisi I di atas, tapal batas desa tidak boleh serta merta dipindahkan atau digeser tanpa persetujuan pihak kabupaten,” tegasnya.
“Pihak pihak undangan Kepala Dinas Perkintam, Kabag Hukum, Kabag Pemerintahanan dan BPN Gowa pada intinya mengacu pada perda pemekaran desa yang didalamnya sudah ada luas dan batas batas desa”
Adapun pada rapat tersebut, Ketua Komisi I DPRD Gowa, Ramli Sidiq Dg Rewa mengambil kesimpulan pada akhir RDP merekomendasikan menghadirkan pihak Topografi Kodam di lapangan untuk menetapkan kembali tapal batas desa yang bermasalah ini,” terangnya. (*)